10 Agustus 2015. Ini momen dengan tema kemerdekaan RI. Seharusnya saya sudah punya rancangan opini tentang ‘merdeka’ untuk saya tulis dan kirim ke surat kabar. Sebagai seorang guru dengan status ‘abdi negara’ adalah mutlak melakukan publikasi ilmiah. Hal ini mendorong kita untuk bisa membuahkan tulisan yang salah satunya bisa berupa opini yang terpampang di surat kabar. Tapi sampai saat ini, untuk saya pribadi nihil. Beberapa bulan lalu, saya sempat menulis tentang pendidikan dan berencana mengirimnya ke Kendari Pos. Tapi, sampai tema pendidikan nasional lewat, saya tak berani melakukan langkah setelah menulis; mengirim naskah tulisan.
Saya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Saya tidak PD dengan opini saya. Saya terlalu banyak kuatir. Dan inilah penyakit menulis. Saya hanya tulis. Saya simpan, dan tidak saya munculkan. Siapa yang tau layak baca atau tidak. Padahal seandainya saya kirim. Saya akan tau, tulisan saya layak kah, atau masih butuh lebih banyak proses lagi.
Butuh sesuatu untuk membuat guru seperti saya PD dengan tulisan yang dikirimnya ke surat kabar. Saya sempat bertanya lepas kepada teman-teman guru. Dan respon mereka, menulis itu tidak mudah. Hal ini tentu saja menjadi akar masalah buat kita semua, utamanya saya pribadi. Sepanjang perjalanan sekolah, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi, saya, sebagai salah satu lulusan bangku sekolah yang tentu saja tidak bisa juga dijadikan tolak ukur, belum bisa memberikan karya saya kepada khalayak ramai untuk dikonsumsi.
Berbeda tentu saja dengan menulis di media berupa blog. Banyak orang yang merasa nyaman dengan menulis dan mempostingnya d blog pribadi. Tulisan yang dipublish tentu saja akan ada peluang untuk dibaca orang banyak. Namun, menulis di surat kabar, seolah memiliki sebuah dinding besar untuk kita lewati. Dan itu adalah tantangan bahwa tulisan ini haruslah ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan.
Hal inilah yang bisa jadi, menjadi tantangan lain selain tidak mudahnya menulis bagi kebanyakan orang.
Satu-satunya cara untuk menebas ini, adalah menulis apapun itu dan tidak sampai disitu. Langkah selanjutnya pun harus ditempuh; mengirimkannya ke media cetak. Dan inilah yang saya lakukan.
Tapi, sampai saat ini idenya masih membeku.
Hem,
Sebentar
17 Agustus 2015.

0 Comments